Oleh KKG 05 Sukawangi
Kajian Kritis
Menuliskan Dongeng
Dongeng
merupakan salah satu jenis sastra lama yang dibangun atas tema, latar,
penokohan, sudut pandang, alur, dan amanat. Walaupun dongeng tidak diketahui
siapa pengarangnya dan bersumber lisan generasi ke generasi, namun perlunya
dongeng ditulis kembali agar bisa dibaca dan diketahui oleh khalayak umum. Karena nilai-nilai yang dapat diambil untuk diterapkan
dalam kehidupan masih ada dan masih relevan.Menulis, arti pertamanya semula
membuat huruf, angka, nama, dan suatu tanda kebahasaan dengan suatu alat tulis
pada suatu halaman tertentu.
Dalam pengertian yang luas, menulis merupakan kata
sepadan yang mempunyai arti sama denganmengarang. Jadi “mengarang” adalah
rangkaian seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis
kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.
Menurut Jago Tarigan (1995: 117), menulis berarti
mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan
perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa
itu akan dimengerti oranglain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang
teratur, sistematis, sederhana, danmudah dimengerti.
Byne (1988: 1), mengemukakan, menulis bukan sesuatu yang
diperoleh secara spontan, tetapi memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat
dan mempertimbangkan cara-cara mengkomunikasikan dan mengatur.
Berdasarkan jenis produk menulis, ada empat kategori,
yaitu narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi.
Dari kategori tersebut, dongneng merupakan jenis narasi.
Menulis karangan narasi yang menyajikan serangkaianperistiwa atau kejadian
menurut urutan terjadinya denganmaksud memberi arti kepada pembaca dapat
memetik himah dari cerita itu. Narasi menyajikan rangkaian peristiwa yanglain.
Alur cerita mengalir dengan jelas, pelaku danperistiwa boleh nyata ada,
bolehpula ciptaan pengarang, hasil imajinasi atau daya khayalnya (Suparno,
2008: 3).
Keterampilan menulis bisa mempertinggi pemahaman siswa
terhadap karya sastra dalam pembelajaran apresiasi sastra bila dalam
pembelajaran siswa diisyaratkan melakukan aktivitas menulis.
Pembelajaran apresiasi sastra dapat memberdaya bahan dan
mepertinggi kemampuan menulis pada siswa bisa dalam pem,belajaran apresiasi
sastra dituntut aktivitas menulis (Anwar Efendi dkk., 2001: 38).
Berdasarkan disiplin mental (Plato Aristoteles) bahwa
dalam belajar pelaku belajar didisiplinkan atau dilatih. Perkembangan anak
terjadi akibat proses pelatihan yang dilakukan terus-menerus (Depdiknas.
2005:58). Memahami hal inibahwa pembelajaran menulis tidak dapat diperoleh
secara spontan, tetapi perlu adanya suatu latihan.
Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit-sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
dan sempit dan tidak sekonyong-konyong (Depdiknas, 2008:11). Berdasarkan teori
tersebut bahwa proses perolehan pengetahuan bertahap dari menuliskan kegiatan
yang sederhana hingga mencapai suatu kompetensi akhir.
Berdasarkan teori belajar humanistik, proses belajar
tidakhanya terjadi karena seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya
tetapi terjadi pula karena berlajar berkomunikasi dengan individu lainnya
(Depdiknas, 2005: 61). Hal ini kita pahami bahwa proses belajar diperoleh
dengan adanya berkomunikasi dengan individu lainselaku pembelajar.
Dongeng yang terdiri dari unsur tema, latar, penokohan,
amanat, alur, sudut pandang, dipandang sebagai sarana yanglebih mudah
memberikan rangsangan apresiasi sastra dalambentuk bacaan. Untuk dapat menulis
kembali dongeng harus didahului dengan kegiatan membaca. Hal ini juga ditunjang
proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran akab berhasil apabila seorang
guru menguasai kemampuanmengajar.