efek

by http://www.GugusVSukawangi.blogspot.com
SUSUNAN PENGURUS KKG 05 SUKAWANGI : KETUA : NANDANG , S.Pd BENDAHARA : ACEP.HB, S.Pd Sekretaris : ahmad Julia, S.Pd , GURU PEMNDU 1. DADANG ROHMAN, 2 ACEP HB,S.Pd 3. SUTARTO, S.Pd# KEGIATAN : Pelaksanaan Pertemuan KKG (ON Service Pertm 1,dan 2 : Penilaian Kinerja Guru ,Pertemuan 3: Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan, , Pertm 4 :Program Induksi Guru Pemula (PIGP), Pertm 5 Kajian Kritis, Prtm 6 Model-model Pembelajaran, Pertm 7 Silabus dan RPP Berkarakter Bangsa, Pertm 8: Observasi / Melakukan study visit ke sekolah model /kelompok kerja di dalam kabupaten /kota sendiri, Pertm 9: PTK 1 (perencanaan) , Pertm 10: ICT 1, Pertm 11 PTK 2 ( pelaksanaan tindakan ), Pertm 12 :ICT 2 , Pertm 13 : PTK 3, Pertm 14 Penilaian dan Penyusunan soal Pertm 11( Laporan )
" Welcome To Gugus V Sukawangi Alamat : Sukawangi Kecamatan Sukamakmur Kab.Bogor Massage to : E-mail : gugusVsukawangi@gmail.com Phone Call : 085793393298 See Meet Again ! some times"

Rabu, 30 November 2011

PENDIDIKAN BERKARAKTER BAG II


STRATEGI PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER
Ada beberapa Strategi dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter.
A. Strategi di Tingkat Kementerian Pendidikan Nasional
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu: pertama melalui stream top down; kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui stream revitalisasi program.
yang dimaksud secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Intervensi melalui kebijakan (Top - Down)
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh Pemerintah/Kementerian Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam strategi ini pemerintah menggunakan lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu:
a. Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b. Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c. Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi pelaku terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
d. Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
e. Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di Unit Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2. Pengalaman Praktisi (Bottom - Up)
Pembangunan pada jalur/tingkat ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut.
3. Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.
Integrasi Tiga Strategi
Ketiga jalur/tingkat pada Bagan 4, yaitu: top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up yang lebih bersifat penggalian bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan.
Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler.
B. Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1. Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mendukung terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan karakter.
2. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan penambahan baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan menyebarkan bahan – bahan yang dimaksud (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat luas).
3. Pemberian dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah seperti TPK Provinsi dan kabupaten/kota.
4. Pemberian Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
5. Sosialisasi ke masyarakat, Komite Pendidikan, dan para pejabat pemerintah di lingkungan dan di luar diknas
C. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Agar pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter diimplementasikan melalui langkah-langkah berikut:
1. Sosialisasi ke stakeholders (komite sekolah, masyarakat, lembaga-lembaga)
2. Pengembangan dalam kegiatan sekolah sebagaimana tercantum Dibawah ini :
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KTSP1.
1.      Integrasidalammatapelajaranyang ada
MengembangkansilabusdanRPP padakompetensiyang telahadasesuaidengannilaiyang akanditerapkan
2.      Mata pelajarandalamMulok
Ditetapkanolehsekolah/daerah
3.      Kompetensidikembangkanolehsekolah/daerah3.
KegiatanPengembanganDiri
Pembudayaan& Pembiasaan
·         Pengkondisian
·         Kegiatanrutin
·         Kegiatanspontanitas
·         Keteladanan
·         Kegiatanterprogram
Ekstrakurikuler
·         Pramuka;PMR;KantinkejujuranUKS;KIR; Olahraga, Seni; OSIS
BimbinganKonseling
·         Pemberian layanan bagianak yang  mengalami masalah

Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
3. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan belajar aktif seperti pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran pelayanan, pembelajaran berbasis kerja, dan ICARE (Intoduction, Connection, Application, Reflection, Extension) dapat digunakan untuk pendidikan karakter.
4. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
Untuk PKBM (Pusat Kegiatan Berbasis Masyarakat) dan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) menyesuaikan kegiatan rutin dari satuan pendidikan tersebut
b. Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin ( kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik) , kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras dan percaya diri.
d. Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.
5. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter memerlukan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, dan revitalisasi kegiatan yang sudah dilakukan sekolah.
6. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat. Sekolah dapat membuat angket berkenaan nilai yang dikembangkan di sekolah, dengan responden keluarga dan lingkungan terdekat anak/siswa.
D. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Terkait dengan pendidikan karakter, setiap satuan pendidikan dapat mengefektifkan alokasi waktu yang tersedia dalam rangka menerapkan penanaman nilai-nilai budaya dengan menggunakan metode pembelajaran aktif. Hal ini dapat dilakukan sejak guru mengawali pembelajaran, selama proses berlangsung, pemberian tugas-tugas mandiri dan terstruktur baik yang dilakukan secara individual maupun berkelompok, serta penilaian proses dan hasil belajar.
Strategi yang dilakukan oleh sekolah berbeda-beda, di beberapa sekolah, umumnya, sejak awal datang di sekolah, anak dibiasakan untuk saling menyapa, mengucapkan salam ketika bertemu sesama mereka dan guru. Untuk di jenjang TK dan SD, pada umumnya beberapa orang guru menyambut anak murid dengan sapaan, senyum dan salaman. Di beberapa sekolah, jam belajar setiap hari lebih awal selama 30 menit, waktu tersebut digunakan melakukan kegiatan ritual rutin seperti doa bersama, kultum, atau kegiatan lain yang relevan. Dalam rangka pembiasaan, di berbagai sekolah juga dilakukan pelaksanaan ibadah dengan memanfaatkan waktu istirahat. Ada juga sekolah yang menambah waktu di sore hari setelah jam pelajaran usai untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuer atau kegiatan lain yang relevan yang dipilih oleh sekolah. Sebagian sekolah melaksanakan semua kegiatan ekstrakurikuler pada hari sabtu dari pagi sampai siang.
Berikut beberapa strategi penambahan waktu pembelajaran yang dapat dilakukan, misalnya:
1. Sebelum pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama kurang lebih 5 menit.
2. Di hari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dapat dilakukan berbagai kegiatan paling lama 30 menit. Kegiatan itu berupa baca Kitab Suci maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing lainnya), kegiatan ajang kreatifitas seperti: menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari Jum’at atau Sabtu (Jum’at/Sabtu bersih).

3. Pelaksanaan kegiatan bersama di siang hari selama antara 30 s.d 60 menit.
4. Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai.
E. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1. Mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut

PANDUAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BAG I


A. Hakikat Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.” Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.  Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Berdasarkan alur pikir pada Bagan 1 di atas, pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup: sosialisasi atau penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Sumber: Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010).
B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan, gotong royong, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan sebagainya.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Sumber: Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak peringatan Hardiknas di Istana Negara (Selasa, 11 Mei 2010) mengutarakan:
”…Saudara-saudara, kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering mendampingi saya, sebelum saya dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju, yang membanggakan, Saya lihat kamar mandi dan WC-nya bersih tidak, bau tidak, airnya ada tidak. Ada nggak tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan secara umum, ketertiban secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama 10 tahun lebih tiap hari berada dalam lingkungan yang bersih, lingkungan yang tertib, lingkungan yang teratur itu ada values creation. Ada character building dari segi itu. Jadi bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya….”
D. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan serta masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam Bagan 3 berikut:
Berdasarkan Bagan 3 tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa dan karsa. Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Sumber: Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).

Sabtu, 19 November 2011

PANDUAN OBSERVASI DALAM LESSON STUDI

Lampiran 5: Bahan Bacaan 5
PANDUAN PENGAMATAN PEMBELAJARAN (OBSERVASI)
DALAM KEGIATAN LESSON STUDY
A.  Sebelum Pengamatan
      Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum kegiatan pembelajaran dan pengamatan dimulai.
1.        Pengamat dan undangan lainnya hendaknya datang paling lambat 5 menit sebelum pembelajaran dimulai.
2.        Kedatangan tamu di sekolah hendaknya tidak mengganggu konsentrasi belajar siswa di kelas masing-masing. Karena itu tamu hendaknya tenang, bila berbicara jangan menimbulkan kebisingan di sekolah.
3.        Siapkan lembar observasi atau buku catatan dan pena. Jika memungkinkan setiap peserta lesson study memperoleh RPP, LKS atau perangkat pembelajaran lainnya yang telah diperbanyak untuk para pengamat. 
4.        Denah tempat duduk siswa dan nomor atau nama siswa perlu disiapkan untuk mempermudah proses pengamatan. Denah tempat duduk yang dilengkapi dengan nama siswa dibuat dalam selembar kertas untuk diperbanyak dan dibagikan pada seluruh pengamat yang datang.
5.        Jika Anda membawa HP, setel ke profile silent (bisu) atau getar supaya nada panggil tidak berbunyi. Perlu dihindari mengirim atau menerima telepon kecuali untuk hal-hal terpaksa. Juga dihindari kesibukan mengirim sms.
6.        Usahakan untuk tidak membawa makanan dan tidak merokok di dalam ruangan/kelas. 
7.        Pastikan agar pada waktu pengamatan nanti tidak diganggu perasaan ingin buang hajat. Buang air kecil/besar hendaknya dilakukan sebelum    pembelajaran.
B.  Pada Waktu Mengamati Proses Pembelajaran  
1.        Semua peserta segera memasuki kelas dengan tertib pada waktu yang ditentukan.
2.        Begitu memasuki ruangan semua peserta dan undangan hendaknya tidak lagi berkeinginan keluar masuk kelas. Tetaplah berada di dalam kelas dan bersiap mengamati siswa belajar.
3.        Segera menempati posisi sedemikian sehingga dapat memperhatikan perubahan wajah dan gerak-gerik siswa ketika belajar.  Posisi yang ideal adalah di hadapan siswa. Namun jika siswa berdiskusi saling berhadapan, posisi yang ideal adalah di samping kelompok.
4.        Pada awalnya, setiap pengamat berlatih mengamati satu kelompok. Kelak jika sudah lebih dari 5 kali pengamatan, pengamat dapat mengamati beberapa kelompok lain sehingga dapat mengetahui atmosfer kelas secara keseluruhan.
5.        Tidak membantu guru dalam proses pembelajaran dalam bentuk apapun. Misalnya ikut membagikan LKS, menenangkan siswa, dan lain-lain. Biarlah guru melakukan tugasnya secara mandiri dan terbebas dari intervensi siapa pun.
6.        Tidak membantu siswa dalam proses pembelajaran, misalnya mengarahkan pekerjaan siswa. Jika siswa bertanya kepada Anda (sebagai pengamat), katakan agar siswa bertanya langsung pada guru.
7.        Tidak mengganggu pandangan guru/siswa selama pembelajaran. Jika Anda sedang mendekati kelompok atau berada di tengah-tengah kelas, kemudian tiba-tiba guru ingin memberikan arahan secara klasikal maka segeralah menepi agar tidak mengganggu pandangan siswa.
8.        Tidak mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar, misalnya berbicara dengan pengamat  lain, keluar masuk ruangan.
9.        Jika menggunakan kamera untuk mengambil gambar kegiatan belajar (guru/siswa) lampu kilat (flash) hendaknya dimatikan. Kilatan lampu kamera dapat mengganggu atau menghentikan konsentrasi belajar siswa.
10.    Tidak makan, minum, dan merokok di dalam ruangan pembelajaran.
11.    Ingat, fokuskan pengamatan pada siswa belajar, bukan hanya pada guru yang mengajar.  Gunakan lembar pengamatan yang tersedia. Jika fenomena yang diamati tidak tercantum dalam lembar observasi, pengamat dapat menambahkannya. 
12.    Pengamat  melakukan pengamatan secara penuh sejak awal sampai akhir pembelajaran.
13.    Selain mengamati siswa belajar, pengamat juga perlu memperhatikan:
a)        teknik pengelolaan kelas yang dibuat oleh guru;
b)        cara guru mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran;
c)        cara guru memanfaatkan media pembelajaran sederhana dari lingkungan; dan
d)        apa saja upaya guru membuat siswa kreatif.
Catatan Penting:
Seringkali pejabat beranggapan bahwa kegiatan buka kelas dan refleksi adalah kegiatan guru, karena itu hanya gurulah yang berhak melakukan secara intensif mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Namun sebenarnya tidaklah demikian. Agar dapat memahami dan menghayati bagaimana siswa belajar dan permasalahan apa saja yang bersangkutan dengan proses pembelajaran, maka semua yang berkepentingan dengan pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, pengawas sekolah, kepala, dan Staf Dinas Pendidikan, dosen perguruan tinggi) ikut secara aktif terutama pada waktu pelaksanaan pembelajaran (observasi dan refleksi).  Pelaksanaan dan refleksi merupakan inti dari Lesson Study.  Di kedua tahapan (observasi dan refleksi) itu kita dapat belajar bagaimana siswa belajar, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan apa saja yang diperlukan siswa dalam belajar.  Di kedua tahapan itu kita juga dapat menjadi peneliti dengan jalan mengamati dan menganalisis, yang kemudian menyampaikan secara lisan pada waktu diskusi refleksi.  Sekiranya pada waktu diskusi refleksi tidak dapat hadir, pengamat dapat menyerahkan catatan refleksinya untuk dibacakan moderator.
(Bacaan ini diambil dari Buku Lesson study (Studi Pembelajaran) oleh Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008)
Lampiran 6: Bahan Bacaan 6
TEKNIK MODERASI DALAM DISKUSI REFLEKSI
Berikut akan diuraikan hal-hal penting yang perlu diperhatikan oleh moderator dalam memimpin diskusi refleksi agar diskusi berlangsung kondusif, interaktif dan efektif. Namun demikian, perlu dipahami bahwa rambu-rambu ini hanyalah sebuah contoh berdasarkan pengalaman. Artinya pembaca diharapkan dapat mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah masing-masing.
A.  Membuka dan Mengawali Diskusi Refleksi
1)     Moderator adalah ”orang kunci” yang dapat menghidupkan suasana diskusi.
2)      Seorang moderator dalam diskusi refleksi lesson study bukan hanya harus pandai berbicara sesuai situasi, tetapi ia juga harus memahami isi setiap pembicaraan. Oleh karena itu, moderator juga harus mengikuti dan mencermati semua situasi/kejadian pembelajaran yang akan direfleksikan.
3)      Ketika mengawali dan membuka suasana diskusi, upayakan untuk menyegarkan suasana pertemuan, yang umumnya para pengamat dan peserta lesson study sudah mulai lelah karena sebelumnya berdiri lama dalam melakukan observasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menyapa beberapa orang yang sudah dikenal atau mengenalkan beberapa orang peserta atau tamu yang belum dikenal peserta pada umumnya. Jangan lupa memberikan komentar awal yang arahnya memberikan penghargaan atau sanjungan untuk memberikan dukungan moral kepada guru model.
4)      Sampaikan ucapan terima kasih kepada guru model atas sajian pembelajaran yang telah dibuat dan berikan penghargaan, misalnya berupa tepuk tangan dari semua peserta.
B. Refleksi Diri Guru Model
1)      Pada saat memberi kesempatan guru model untuk menyampaikan refleksi, sampaikanlah rambu-rambu apa saja yang perlu diungkapkan oleh guru model, antara lain sebagai berikut.
a.       Guru tidak hanya mengungkapkan perasaan senang, sedih, bangga atau kurang puas dengan hasil mempraktikkan skenario pembelajaran yang telah dirancang/dipersiapkan.
b.      Guru model perlu menyampaikan ringkasan alur langkah-langkah pembelajaran, terutama untuk mengulas hal-hal yang menarik, baik itu ketidakterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran maupun kasus-kasus menarik pada langkah tersebut.
c.       Untuk melengkapi refleksi diri, guru model dapat menyebutkan kira-kira persentase ketercapaian skenario pembelajaran yang telah dibuat.
C.  Membagi Tahap dan Melaksanakan Diskusi
1.       Agar diskusi lebih terfokus dan terarah, sebaiknya waktu diskusi dibagi menjadi beberapa tahap dengan masing-masing tahap mengacu pada permasalahan tertentu. Misalnya ada tahap yang khusus membahas tentang: 
·         interaksi siswa-siswa dalam kelompok maupun dalam presentasi hasil diskusi/kerja kelompok,
·         interaksi siswa dengan media belajar,
·         interaksi siswa dengan guru,
·         lompatan-lompatan belajar yang dibuat oleh beberapa siswa,
·         pengalaman-pengalaman berharga yang dapat diperoleh dari kegiatan observasi,
Tema-tema tersebut dapat diatur secara fleksibel sesuai dengan situasinya.
2.       Setelah tahap diskusi dibuka, berikan kesempatan kepada beberapa orang untuk mengemukakan temuan hasil pengamatan yang menarik untuk diulas dan yang sesuai dengan tema tahap diskusi. Komentar sebaiknya disertai dengan mengemukakan fakta atau data konkret hasil pengamatan, misalnya dengan menunjukkan kelompok atau nama siswa. Kendalikan agar setiap orang menyampaikan komentar sesuai dengan tema dan dalam bahasa yang ringkas tapi jelas. Hindarkan uraian komentar yang berbelit-belit.
3.       Di dalam menyampaikan temuan dari hasil observasi, sebaiknya guru tidak membaca catatan dalam lembar observasi secara keseluruhan, tetapi disarankan untuk memilih bagian catatan yang terkait dengan tema. Jika ada komentar yang mulai menyimpang dari tema, sebaiknya diingatkan untuk kembali menyampaikan komentar yang sesuai dengan tema yang didiskusikan.
4.       Jika ada pertanyaan klarifikasi atau komentar dari peserta di luar tema atau di luar konteks lesson study maka moderator harus dapat mengurangi hal tersebut untuk tidak diteruskan, misalnya dengan cara mengatakan ”hal tersebut akan kita bahas di lain kesempatan” .
5.       Setelah seseorang atau beberapa orang menyampaikan komentar terkait dengan temuannya, moderator harus berusaha untuk menangkap esensi dan hal menarik yang perlu dibahas lebih jauh terkait dengan penyebab munculnya fenomena tersebut dan alternatif solusi yang diusulkan.
6.       Setelah beberapa temuan menarik yang sejenis (sesuai tema) diungkapkan oleh beberapa pengamat, berikutnya lemparkan masalah tersebut kepada peserta yang lain untuk ditanggapi, terutama pada ulasan tentang kemungkinan penyebab munculnya fenomena tersebut dan kemungkinan alternatif solusinya.
7.       Dalam memberikan masukan tentang alternatif solusi suatu permasalahan disarankan agar pengusul mendasarkan usulan tersebut pada pengalaman praktis di sekolah masing-masing atau rujukan teori atau kalangan pakar pendidikan.
8.       Perhatian dan konsentrasi moderator harus selalu fokus pada setiap komentar yang disampaikan peserta, dan selalu dapat berpikir ”Bagaimana membuat situasi diskusi lebih hidup, menarik, dan tidak membosankan. Jika ada ucapan dari pengamat atau kejadian-kejadian kecil tertentu yang memungkinkan dijadikan bahan yang lucu-lucu atau humor maka upayakan untuk dimunculkan dengan sedikit ”dibumbui” agar menyegarkan suasana.
9.       Upayakan untuk memberikan kesempatan yang merata kepada semua peserta diskusi. Oleh karena itu, hindarkan adanya dominasi komentar atau bicara pada orang tertentu. Jika ingin membatasi komentar peserta yang terlalu panjang, maka sampaikanlah dengan bahasa yang halus, dengan sedikit gurauan atau permintaan maaf. Tunjuk atau mintalah kepada salah satu atau beberapa peserta yang kelihatan pasif untuk menyampaikan pendapat terkait dengan hal yang sedang dibahas, misalnya dengan meminta seseorang untuk berpendapat setuju atau tidak setuju terhadap pendapat yang lain.
10.    Pada akhir setiap tahap, moderator harus berusaha untuk memberikan ulasan singkat, semacam resume, dari hal yang didiskusikan pada tahap tersebut. Hati-hati agar moderator tidak membuat kesimpulan yang merupakan keputusan yang paling benar, atau seolah-olah diskusi tersebut telah menghasilkan satu aturan yang berlaku umum. Biarlah kesimpulan akhir dirumuskan sendiri oleh masing-masing peserta dan menjadi ”good practices” yang akan dicoba untuk diimplementasikan di sekolah masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
11.    Setelah tahap pertama selesai diskusi dilanjutkan ke tahap berikutnya dengan tema atau fokus diskusi yang lain. Selesai dalam arti masalah yang muncul, kemungkinan penyebab dan alternatif solusinya telah dibahas secara tuntas. Begitu seterusnya sampai semua masalah yang muncul didiskusikan.
12.    Pada setiap akhir tahap moderator dapat memberikan kesempatan kepada guru model untuk memberikan tanggapan. Hindarkan tanggapan dari guru model yang terkesan ”terlalu membela diri” atau mencari pembenaran atas kejadian atau kekurangan yang ada.
13.    Nara sumber (Dosen dan atau Guru Pemandu) diberi kesempatan untuk menyampaikan komentar singkat terkait dengan fokus diskusi suatu tahap, atau diberi kesempatan berkomentar pada akhir sesi sebelum refleksi ditutup. Sebaiknya diberikan tekanan pada narasumber hal penting yang diharapkan mendapatkan ulasan, selain ulasan yang telah dipersiapkan sendiri oleh narasumber.
14.    Jika ada masukan yang sangat berarti untuk skenario pembelajaran atau perangkat pembelajaran, maka sarankan agar RPP segera direvisi oleh guru model atau oleh kelompok.
D. Mengakhiri Diskusi Refleksi
1.      Sebelum menutup forum diskusi refleksi moderator dapat menyampaikan ringkasan atau penegasan tentang hal-hal penting yang telah didiskusikan.
2.      Saat menutup jangan lupa menyampaikan ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah berpartisipasi, misalnya kehadiran Dosen, Guru Pemandu, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Dinas Pendidikan, dll.
(Bacaan ini diambil dari Buku Lesson study (Studi Pembelajaran) oleh Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008)