efek

by http://www.GugusVSukawangi.blogspot.com
SUSUNAN PENGURUS KKG 05 SUKAWANGI : KETUA : NANDANG , S.Pd BENDAHARA : ACEP.HB, S.Pd Sekretaris : ahmad Julia, S.Pd , GURU PEMNDU 1. DADANG ROHMAN, 2 ACEP HB,S.Pd 3. SUTARTO, S.Pd# KEGIATAN : Pelaksanaan Pertemuan KKG (ON Service Pertm 1,dan 2 : Penilaian Kinerja Guru ,Pertemuan 3: Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan, , Pertm 4 :Program Induksi Guru Pemula (PIGP), Pertm 5 Kajian Kritis, Prtm 6 Model-model Pembelajaran, Pertm 7 Silabus dan RPP Berkarakter Bangsa, Pertm 8: Observasi / Melakukan study visit ke sekolah model /kelompok kerja di dalam kabupaten /kota sendiri, Pertm 9: PTK 1 (perencanaan) , Pertm 10: ICT 1, Pertm 11 PTK 2 ( pelaksanaan tindakan ), Pertm 12 :ICT 2 , Pertm 13 : PTK 3, Pertm 14 Penilaian dan Penyusunan soal Pertm 11( Laporan )
" Welcome To Gugus V Sukawangi Alamat : Sukawangi Kecamatan Sukamakmur Kab.Bogor Massage to : E-mail : gugusVsukawangi@gmail.com Phone Call : 085793393298 See Meet Again ! some times"

Kamis, 04 Oktober 2012

GURU DAN PGRI


Guru dan PGRI
Saya sempat bingung ketika membaca surat panggilan calon pemenang lomba sayembara penulisan buku pengayaan 2009 yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas RI. Kebingungan saya bukan karena masalah yang besar atau ada sesuatu yang saya perlu tanyakan kepada panitia, tetapi kebingungan itu muncul setelah saya membaca surat di atas. Isi tulisan itu, selain ucapan selamat kepada para calon pemenang, ada beberapa informasi kelengkapan yang harus dibawa oleh peserta lomba. Salah satu kelengkapan itu adalah calon pemenang diminta membawa batik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Bagi saya memakai batik PGRI adalah sebuah kebanggaan tersendiri, tetapi saya belum pernah mengenakannya, dan harus beli dimana batik PGRI itu?. Di samping itu juga saya bukanlah anggota PGRI yang terdaftar. Jadi, adalah wajar bila saya kebingungan apakah wajib bila seorang guru mengenakan seragam PGRI? Apakah PGRI milik semua guru? Guru swasta dan guru sekolah negeri. Tetapi mengapa kami sebagai guru swasta tak pernah diminta memakai batik PGRI? Apakah memang PGRI hanya milik orang-orang tertentu yang menjadikannya sebagai kendaraan politik untuk bisa menjadi seorang pejabat?
Rasanya saya harus membaca sejarah untuk apa PGRI didirikan dan mengapa guru perlu mempunyai oganisasi profesi seperti PGRI. Namun sayangnya, tidak banyak guru yang terlibat dalam organisasi ini. Organisasi ini lebih banyak didominasi oleh para dosen perguruan tinggi, Bukankah sudah jelas guru dan dosen itu berbeda? Bukankah seharusnya organisasi ini bernama Persatuan Guru dan Dosen Republik Indonesia (PGDSI)? Kenapa para dosen di perguruan tinggi tak membuat sendiri organisasi Persatuan Dosen Republik Indonesia? Bukankah sudah jelas dikatakan dalam UU guru dan dosen tahun 2003, bahwa guru adalah orang yang mengajar di sekolah sedangkan dosen adalah orang yang mengajarkan di perguruan tinggi.
Kita memang sering latah, Persatuan Orang Tua Murid dan Guru diberi nama POMG. Padahal panggilan murid berlaku untuk sekolah TK dan SD, sedangkan panggilan siswa ditujukan bagi mereka yang telah mengikuti pendidikan d bangku SMP dan SMA. Seharusnya nama organisasinya itu adalah Persatuan Orang tua Siswa dan Guru.
Kembali kepada organisasi guru. Dulu, PGRI menjadi corong kekuasaan karena sebagian pengurusnya adalah orang yang aktif di parpol, khususnya partai golkar. Itulah yang menyebabkan para guru menjadi trauma, kalau-kalau organisasi guru seperti PGRI Cuma dijadikan alat sesaat dalam dalam membangun citra politik partai tertentu. Semestinya PGRI semakin membumi dan keberadaannya diperhatikan benar oleh para guru. Tetapi mengapa para guru terasa enggan bergabung dalam organisasi PGRI? Bahkan ada yang mendirikan sendiri organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Independen Indonesia (PGII). Bahkan ada juga yang sudah membentuk organisasi guru yang diberi nama Persatuan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI). Juga ada lagi organisasi yang benama Klub guru Indonesia (KGI).
Banyaknya organisasi profesi guru yang muncul dan terbentuk, membuat guru terasa seperti terkotak-kotak. Seharusnya, teman-teman guru bergabung saja dalam satu organisasi yang bernama PGRI. Kita besarkan PGRI, dan tidak ada dikotomi lagi antara guru sekolah swasta dengan guru sekolah negeri. Semua guru harus bergabung dalam wadah yang bernama PGRI.
SEJARAH PGRI
Dalam teks resmi yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar PGRI, dan untuk dibaca pada upacara memperingati HUT PGRI dan Hari Guru Nasional, 25 November tahun 2008, dijelaskan bahwa PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.
Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
  1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
  2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
  3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan
PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
Kiprah PGRI Saat ini.
Saya sangat berpengharapan agar kiprah PGRI di masa-masa yang akan dating lebih baik lagi. Saya yakin, PGRI dibawah kepemimpinan Prof. Dr. Sulistyo mampu meningkat mutu guru. Menjadi guru lebih bermartabat, dan memperbanyak guru yang prfesional di bidangnya. Untuk bisa merelaisasikan itu, tentu PGRI didukung oleh kepengurusan yang solid dan kredibel di mata para guru, sehingga program kerjanya terasakan untuk semua guru.
PGRI harus lebih berkiprah, khususnya membantu guru melakukan penelitian ilmiah sehingga mereka tidak mentok di golongan IVA. PGRI juga diharapkan mampu menjembatani keinginan para guru dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah agar mampu menterjemahkan hak-hak guru yang harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Akhirnya, PGRI harus menjadi corong para guru dalam menyampaikan suaranya kepada pemerintah dan memberikan masukan positif kepada pemerintah tentang langkah-langkah efektif yang sebaiknya dilakukan. Jangan biarkan PGRI menjadi seperti pepatah, hidup segan mati tak mau.